Sabtu, 30 Mei 2020
Benarkah Dukhon Adalah Dongeng Para Ustad Akhir Jaman?
Ustadz akhir zaman yang meramalkan hari kiamat datang 15 Ramadan kemarin mengingatkan saya pada istilah “pendongeng” yang banyak dikecam guru-guru ilmu hadis.
Sedari dulu yang namanya kiamat sudah pasti akan menarik minat banyak orang. Coba dihitung, sudah berapa banyak karya seni yang dibuat untuk membahasnya. Dari Armageddon, 2012, sampai Kiamat Sudah Dekat. Dari “Black Hole Sun”-nya Soundgarden sampai “Kiamat”-nya Bang Haji Oma yang rasanya terlalu sulit untuk dilupakan.
Bahkan, percaya atau tidak, di kelurahan saya sendiri ada sebuah lapangan yang sudah masyhur dikenal orang dengan nama Lapangan Kiamat.
Dalam agama Islam, percaya akan hari akhir adalah salah satu Rukun Iman. Hadis Jibril yang datang kepada Nabi Muhammad rasanya sudah sering lewat dalam kepala kita. Beliau Jibril datang menanyakan kepada Nabi Muhammad, apa itu Iman, Islam, dan Ihsan. Dalam tanya jawab itu pula Jibril bertanya tentang hari kiamat, yang dijawab Baginda Nabi Muhammad dengan ungkapan, “Yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.”
Ramadan ini, ramalan kapan hari kiamat datang muncul. Fenomena apa yang disebut dengan “kajian akhir zaman” atau “ustadz akhir zaman” dibincangkan di media sosial. Sebelumnya, dunia ini telah beberapa kali diramal akan mengalami bencana besar yang berujung kiamat. Ada yang mengatakan 9 september 1999, ada yang mengacu kalender suku Maya yang berakhir di tahun 2012, dan sekarang, kiamat disebut akan jatuh pada 15 Ramadan 1441 Hijriah alias Ramadan tahun ini.
Ada dua nama besar yang digadang-gadang pengikutnya sebagai “ustadz akhir zaman”. Beliau berdua sering dan aktif mengingatkan manusia, membangunkan umat Islam dari tidurnya, agar senantiasa mempersiapkan jasmani dan rohani dalam rangka menyambut hari kiamat yang akan tiba. Dua nama tersebut adalah Ustadz Zulkifli Ali dan Ustadz Rahmat Baequni.
Ustadz Zulkifli dalam salah satu ceramahnya menyatakan agar kaum muslimin bersiap-siap menghadapi 15 Ramadan yang jatuh pada malam Jumat tahun 1441 Hijriah (Kamis, 7 Mei 2020). Dengan yakin beliau bilang syarat-syarat jatuhnya meteor pada tanggal tersebut telah terpenuhi sesuai dengan hadis yang ada.
Belakangan Ustadz Zulkifli mengklarifikasi hadis tentang peristiwa tersebut merupakan hadis yang lemah sekali, tidak bisa dijadikan hujjah. Kata beliau juga, syarat-syaratnya belum tercukupi pada masa ini. Beliau juga mewanti-wanti agar tidak perlu ada kehebohan yang berlebihan.
Ala kuli hal, ini kiamat atau daftar CPNS, Ustadz? Kok ada istilah syarat belum terpenuhi segala. Tapi apa pun itu, kita bersyukur kiamat belum terjadi pada masa ini
Lain lagi dengan Ustadz Rahmat Baequni yang bilang walaupun hadis tersebut lemah atau ada yang menyebutnya palsu, hadis tersebut bisa menjadi sohih lizatihi apabila kejadian tersebut akan betul-betul terjadi. Intinya walau beliau mewanti-wanti akan kelemahan hadis tersebut, beliau tetap memprediksi bisa saja benar terjadi jatuhnya benda langit ke bumi yang menyebabkan dukhan atau kepulan asap yang dapat menyelimuti seluruh bumi.
Beda dengan Ustadz Zulkifli, Ustadz Rahmat Baequni sampai tulisan ini dibuat belum saya temukan video klarifikasinya.
Ada yang menarik dari ceramahnya Ustadz Rahmat Baequni. Beliau bilang, hadis yang palsu tersebut bisa jadi sohih lizatihi jika ini memang terjadi. Padahal selama saya belajar ilmu hadis di bangku perkuliahan, belum pernah saya temukan ada ulama yang mengatakan bahwa syarat hadis sohih lizatihi harus sesuai dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi. Lebih-lebih peristiwa ini belum terjadi. Ajaib betul ilmu mustolah hadis yang beliau miliki.
By the way, hadisnya yang dibawakan jelas bermasalah. Tanpa melihat biografi para periwayat hadis ini, seorang yang pernah berinteraksi dengan ilmu hadis pasti akan menaruh kecurigaan yang besar akan kebenaran hadis tersebut.
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah menuliskan beberapa kaidah untuk mengetahui kepalsuan suatu hadis dalam kitabnya Al–Manarul Munif. Salah satu kaidahnya, hadis palsu biasanya akan menyebutkan satu peristiwa di tanggal ataupun tahun tertentu. Beliau lalu menyebutkan contoh hadis palsu, “Apabila terjadi gerhana bulan pada bulan Muharram, lalu akan timbul bencana dan pembunuhan…” dsb. Setelah diteliti biografi para periwatnya, ternyata benar, hadis ini memang bermasalah, diriwayatkan oleh orang-orang yang cacat dari sisi integritasnya.
Fenomena “ustadz akhir zaman” ini mengingatkan saya kepada apa yang disebut sebagai “al–Qusos” dalam ilmu hadis. Al–Qusos atau pendongeng banyak sekali mendapat kecaman dari para pembesar ilmu hadis. Sebut saja Syu’bah bin Hajaj, gurunya para ulama hadis. Beliau menolak untuk memberikan hadis kepada para pendongeng.
Syu’bah berkata, “Mereka pendongeng mengambil hadis dari kami sejengkal, namun di tangan mereka hadis tersebut bisa memanjang menjadi satu hasta.”
Memang yang disampaikan para ustadz akhir zaman adalah hadis-hadis yang ada di kitab para ulama. Namun, hadis-hadis yang ada tersebut mereka giring kepada pemahaman mereka yang belum tentu benar. Ditambah rujukan yang mereka ambil, umumnya bersumber dari hal-hal yang tidak jelas kaitannya, sebut saja dari mulai isu Dajjal, UFO, WTC 11/9, Imam Mahdi, dan lainnya.
Ada kisah menarik tentang pendongeng ini. Disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al–Qusos wal Muzakkirin, ada seorang pendongeng yang bernama Abu Ka’ab. Si Pendongeng ini menyebutkan dalam salah satu kajiannya dengan begitu yakin bahwa nama serigala yang memakan Nabi Yusuf adalah anu.
Mendengar keganjilan tersebut, jemaahnya bertanya-tanya, “Ustadz, bukannya Nabi Yusuf nggak dimakan serigala?”
Abu Ka’ab saat itu pula langsung merevisi jawabannya, “Eh iya, itu nama serigala yang tidak memakan Yusuf.”
Jadi merevisi kajian merupakan tradisi para pendongeng yang sudah ada sedari dulu, Kawan.
Ibnu Hazm pernah menyindir keras orang-orang yang menafsirkan Al-Quran atau Hadis dengan apa yang disebut dewasa ini sebagai ilmu cocoklogi. Beliau menyindir orang yang bilang bahwa Laylatul Qodar jatuh pada malam ke-27 hanya karena lafazh atau kata hiya yang merujuk kepada malam tersebut merupakan kata yang ke-27 dalam Surah Al-Qodar. Kata Ibnu Hazm, “Orang-orang yang dalam pikirannya ada hal-hal seperti ini baiknya dibawa ke rumah sakit untuk diobati.”
Lagi pula, dari segi penamaan, ustadz akhir zaman tampaknya bukanlah istilah yang pas. Nabi Muhammad pernah bersabda, “Aku dan hari kiamat sebagaimana dua jari ini,” dalam artian dekat sekali.
Karena hal ini, Al-Qurtubi mengatakan bahwa beliau Nabi Muhammad adalah Nabi Akhir Zaman. Karena nabinya adalah nabi akhir zaman, sudah otomatis kita umatnya juga disebut umat akhir zaman. Jadi semua ustadz atau ulama yang ada sekarang semuanya otomatis disebut ustadz dan ulama akhir zaman. Kalau ada penyanyi di sini, dia bisa juga disebut penyanyi akhir zaman. Begitupun youtuber, juga disebut youtuber akhir zaman. Dan kalau antum *uhuk* jomblo, antum juga layak disebut jomblo akhir zaman.
Mirisnya, pengikut apa yang disebut ustadz akhir zaman ini juga tidak bisa dibilang sedikit. Utamanya para kaum bapak dan ibu yang baru belakangan memegang gadget. Bahkan ada yang bercerita, di antara kenalannya sudah ada yang membeli pelampung. Menurutnya, siapa tahu benar ada bencana dan banjir akan segera datang.
Atau kalau kita coba lihat video ketika Ustadz Rahmat Baequni berdebat dengan Ridwan Kamil terkait Masjid Al-Safar yang dulu itu, pengikutnya banyak dan cukup militan. Ketika Ridwan Kamil membalas argumen sang ustadz, malah dia yang kena “wuuu” dari penonton yang ada.
Tapi ini jauh lebih mending daripada apa yang menimpa Asy-Sya’bi, salah seorang ulama besar zaman Dinasti Umayyah, ketika beliau berhadapan dengan salah satu pendongeng dan jemaahnya.
Ceritanya, Asy-Syabi sebagai ulama besar diutus oleh Khalifah Abdul Malik untuk mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat di sebuah daerah yang bernama Tadmur. Sampai di sana dia melihat seorang syekh yang jenggotnya tebal. Di sekelilingnya orang-orang duduk mencatat apa yang dia ucapkan.
Lalu Syekh tersebut berkata, “Telah meriwayatkan kepada kami fulan, dari fulan, dari fulan bahwa Allah menciptakan dua sangkakala. Dan di setiap sangkakala tersebut terdapat dua tiupan (tiupan untuk kematian dan tiupan membangkitkan).”
Asy-Syabi yang saat itu sedang salat tak kuasa menahan keinginannya untuk membantah syaikh tersebut. Akhirnya beliau menyelesaikan salatnya dengan terburu-buru. Selesai salat beliau berkata kepada syekh tersebut, “Wahai Syekh, takutlah pada Allah. Sesungguhnya hanya ada satu sangkakala dan dua kali tiupan.”
Mendengarnya Syekh berjenggot tebal itu langsung naik pitam dan berkata, “Hai, Brengsek. Saya mendengar hadis itu dari fulan dan fulan, kenapa kamu menyalahkan saya?” Lalu Syekh tersebut mengambil sendalnya dan memukul Asy-Syabi. Para jemaahnya yang tidak terima gurunya disalahkan juga ikut memukul Asy-Syabi.
Asy Syabi berkata, “Demi Allah, mereka nggak berhenti sampai saya bilang, ‘Iya, iyaaa, Allah menciptakan 30 sangkakala dan di setiap sangkakala ada dua tiupan.”
Akhirnya beliau kembali ke Damaskus menghadap sang Khalifah untuk melaporkan situasinya. Mendengar laporannya sang Khalifah malah tertawa ngekek sampai-sampai mukul kakinya. Ya ampun.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar